SEJARAH KONGREGASI SUSTER SANTO AUGUSTINUS DARI KERAHIMAN ALLAH KETAPANG – KALIMANTAN BARAT
Kongregasi Suster Santo Augustinus Dari Kerahiman Allah didirikan oleh Pastor Hermanus Lambertus Spoorman yang dilahirkan di kota Leiden Belanda pada tanggal 6 November 1837. Beliau menjalani masa studi di seminari Hageveld dan Warmond dan pada tanggal 15 Agustus 1860 ditahbiskan menjadi imam di Keuskupan Haarlem. Beliau pernah bertugas di beberapa paroki hingga akhirnya dipindahkan ke Delft. Dengan kata-kata dan pengertian yang mendalam serta kebijaksanaan yang sejati beliau memikat hati banyak orang dan membimbing mereka ke arah kehidupan kristiani.
Pada abad XIX perawatan orang sakit dan lanjut usia sangatlah menyedihkan. Dihadapkan dengan situasi seperti itu Pastor Spoorman memutuskan untuk mendirikan sebuah wisma bagi orang-orang lanjut usia yang cukup berada dengan maksud agar penghasilan yang didapat nantinya dapat digunakan untuk menolong orang-orang miskin. Namun ia menyadari bahwa hal ini tak dapat dilakukan sendiri, maka ia memohon bantuan kepada para Suster Augustines dari Dendermonde di Belgia. Maka diutuslah tiga suster ke Delft di bawah pimpinan Muder Apollonia. Kemudian sesuai kebutuhan, diutus lagi sejumlah suster untuk membantu dalam karya keselamatan.
Seiring berjalannya waktu banyak pemudi dari Belanda yang ingin mengabdikan dirinya sebagai Suster Augustines, maka pada tanggal 27 Juli 1888 atas persetujuan Uskup Haarlem dan Pastor Spoorman serta Dewan Pimpinan dari Dendermonde didirikan Kongregasi “Para Suster Augustines Yang Berbelas Kasih dari Delft” yang akan hidup sesuai dengan aturan Santo Augustinus. Dengan berdikarinya Kongregasi di Delft maka semua suster dari Belgia yang diutus ke Belanda ditarik kembali ke negeri asalnya, kecuali Sr. Vincentia yang ditunjuk menjadi Pimpinan Umum Suster Augustines di Delft yang pertama. Diputuskan pula bahwa Pastor Spoorman menjadi Pastor Direktur Kongregasi.
Muder Vinsentia meninggal dunia pada Mei 1904. Kenangan akan beliau selalu hidup dari pesan yang ditinggalkannya yang diambilnya dari I Kor 3: 10 – 11: “Saya telah meletakkan pondasi, supaya setiap orang memperhatikan baik-baik bagaimana ia melanjutkan karya itu”. Lima tahun kemudian tepatnya pada tanggal 24 Mei 1909 Pastor Spoorman juga meninggal dunia dan dimakamkan ditengah-tengah umat yang dicintainya.
K
arya para suster terus berkembang dan setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya pada tanggal 11 Oktober 1948 para suster pindah ke Heemstede dan perpindahan itu diresmikan setahun kemudian yakni pada tanggal 7 Oktober 1949. Sejak saat itu para suster lebih dikenal sebagai Kongregasi Suster Augustines dari kerahiman Allah dari Heemstede. Pada tahun ini pula di bawah kepemimpinan Sr. Agneta sebagai Pemimpin Umum, atas permohonan Mgr. Van Valenberg, OFM.Cap (Vikaris Apostolik – Pontianak) diutuslah lima Suster Augustines ke Ketapang Kalimantan Barat Indonesia dan mereka tiba di pelabuhan ketapang pada tanggal 6 Desember 1949. Kelima suster pioner tersebut adalah:
- Sr. Eupharasia,
 - Sr. Desideria,
 - Sr. Maria Paulo,
 - Sr. Prudentia,
 - Sr. Mathea.
 
Para suster menyewa sebuah rumah penduduk sebagai komunitas dan berkarya di Rumah Sakit Pemerintah Daerah Agoes Jam, dimana pada waktu itu pengetahuan keperawatan dan situasi masyarakat setempat secara formal masih sangat minim.
Selain berkarya di Rumah Sakit, para suster juga memberikan keterampilan menjahit, memasak, mengurus rumah tangga, dan pekerjaan tangan lainnya bagi para ibu dan para pemudi. Kegiatan tersebut sangat bermanfaat dan makin banyak peminatnya sehingga diputuskan untuk membeli sebidang tanah dan membangun biara, asrama, serta sekolah KRT (Ketrampilan Rumah Tangga) dalam satu kompleks. Bangunan ini selesai didirikan pada tahun 1957. Sejak saat itu karya para suster terus berkembang dan kebutuhan akan tenaga pelayanan makin bertambah, sehingga atas kebijakan Dewan Kongregasi di Belanda, diutus lagi beberapa suster yang profesional dibidang kesehatan maupun pendidikan. Dengan demikian jumlah suster Belanda yang pernah diutus ke Indonesia ada 21 orang. Bersama para suster pribumi mereka dengan gigih merintis karya pelayanannya sampai ke daerah pedalaman Ketapang, yakni daerah Tumbang Titi dan Menyumbung, dan juga ke Tumpang (Malang) – Jawa Timur.
Cara hidup dan pelayanan sosial para suster yang tinggi dan penuh kasih membuat kehadiran para suster memikat hati para pemudi untuk menjadi suster Augustinus. Maka atas kesepakatan Dewan Kongregasi di Belanda dan Uskup Sillekens CP, pada tahun 1955 dibukalah Novisiat untuk lima gadis pribumi yang masuk biara. Dalam perkembangan, pada tahun 1984 dibangun rumah postulat dan novisiat baru yang diberi nama THAGASTE (Tempat kelahiran St. Augustinus – Afrika Utara di mana St. Augustinus membentuk komunitas perdana). Tahun 1990 Kongregasi mengalami perkembangan pesat dalam pertambahan anggota dan menerima calon dari seluruh Indonesia, yakni : Kalimantan, Flores, Timor, Sumatera, Toraja, Irian Jaya (Papua) dan Maluku. Seiring dengan bertambahnya jumlah anggota maka dikembangkan pula karya pelayanan ke beberapa daerah pedalaman Ketapang Kalimantan Barat, yakni: di daerah Manjau, Tanjung, dan Sandai. Selanjutnya dibuka pula komunitas di Paya Kumang (Ketapang), Semarang (Jawa Tengah), dan Sorong-Manokwari (Papua Barat), dengan demikian gedung Novisiat terus mengalami perluasan.
Pada tanggal 9 Agustus 1992 Kongregasi Indonesia dinyatakan BERDIKARI dari Kongregasi di Belanda. Pemimpin Umum Sr. Tarcies Wijngaard selaku wakil dari Dewan Pimpinan Kongregasi Suster St. Augustinus Belanda secara resmi menyerahkan Kongregasi Suster St. Augustinus dari Kerahiman Allah – Ketapang kepada Dewan pimpinan Kongregasi Indonesia yang diwakili oleh Sr. Albertina Nai. Serah terima ini merupakan tonggak sejarah dimulainya Kongregasi Suster St. Augustinus dari Kerahiman Allah yang berpusat di Ketapang – Kal-Bar, menjadi Kongregasi Diosesan dibawah reksa Uskup Ketapang. Sejak tahun 1979 – 2003 para suster dari Belanda satu persatu mulai mengundurkan diri dari Indonesia dan kembali ke Belanda. Sampai saat ini para Suster St. Augustinus tersebar di beberapa keuskupan, yakni: Keuskupan Ketapang, Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangkaraya, Keuskupan Malang, Keuskupan Surabaya, Keuskupan Agung Semarang, dan Keuskupan Sorong – Manokwari.
Komentar Terbaru